Thursday, April 30, 2009

Prosa Tradisional_Peminangan Putri Gunung Ledang

Puteri Gunung Ledang is a Malay legend about a princess living on top of Gunung Ledang and a Malaccan sultan's effort to court her.


Plot

Set in the late 15th century Sultanate of Malacca and the grand Javanese kingdom of Majapahit, against a backdrop of war and mysticism, the movie is about the forbidden romance that blossomed between Gusti Putri, a Javanese Hindu princess, and Hang Tuah, the famed Malay Muslim warrior from Melaka.

The historic Melacca was once one of the world's great trading ports, and the most powerful maritime empire in Southeast Asia. History, mythology and fiction are fused to tell a fateful tale of forbidden love, in a time when allegiance and honor to country are foremost to personal desires.

Gusti Putri Retno Dumillah , a princess of the Majapahit Kingdom, has fallen profoundly in love with one of Melaka’s most commanding and spirited warriors, Hang Tuah .
A vivid dream compels the Princess to commit the unspeakable, and leave her assigned palace life. Without the consent of her king, she sets sail across the open seas, with the unflinching hope that she can be reunited with her one true love.

Soon after the princess’ parting, the Majapahit Kingdom is attacked by the powerful Javanese Kingdom of Demak. Desperate to quell the invasion, Gusti Putri's brother and King, Gusti Adipati Handaya Ningrat , initiates a plan to offer his sister's hand in marriage to the Prince of Demak. Her absence renders this solution impossible.The King's only hope for security is to forge an alliance with the mighty Melaka Sultanate by offering his sister's hand in marriage to Sultan Mahmud Shah of Melaka.

The Sultan accepts. But the Princess is unable to bring herself to do this as she could not bear to be his queen. The Princess instead offers to marry the Prince of Demak. The indignant Sultan will not accept the rejection, nor will he be publicly humiliated. He plots to marry the princess at all cost.

Hang Tuah is ordered to head the royal delegation, and proposes to Gusti Putri on behalf of the Sultan. The warrior devotedly leads the convoy up Gunung Ledang in search of the woman he deeply loves. The Princess attempts to curtail their advance, but eventually yields to Hang Tuah's appeal.

After a fleeting and tender reunion, the Princess is painfully aware that her beloved's foremost duty is that of a warrior. Despite confessing his love for her, Hang Tuah will not forsake the Sultan's wishes. Broken hearted, she agrees to marry the Sultan on the proviso that he is able to fulfill seven prohibitive conditions:

1.A bridge made of pure gold from Melaka to Gunung Ledang;
2.Another bridge made of pure silver from Melaka to Gunung Ledang;
3.Seven trays (dulang) of the hearts of mosquitoes;
4.Seven jars (tempayan) of the juice of young betel nuts (Note: Young betel nuts do not have

juice);
5.jar (tempayan) of tears;
6.One bowl of blood from the Sultan himself; and
7.One bowl of blood from his fondest son, Sultan Ahmad.


When the Sultan learns of the Princess' prohibitive conditions, he is even more determined to marry her. But alas, even as he finds that he can fulfill the first six conditions, he cannot fulfill the seventh by delivering the blood of his son.

****************************

Cikgu C L Tan has uploaded some description of the movie at his blog here:

http://cikgutancl.blogspot.com/2008/12/pementasan-teater-muzikal-puteri-gunung.html

*****************************

Latihan 1

Baca petikan prosa klasik di bawah dengan teliti, kemudian jawab soalan-soalan yang berikut dengan menggunakan ayat anda sendiri.

Maka sahut perempuan itu. “Nama hamba Dang Raya Rani. Hambalah pengetua Tuan Puteri Gunung Ledang. Nantilah hamba di sini biar hamba persembahkan segala kata tuan hamba ini pada tuan puteri.”

Maka Dang Raya Rani dengan keempat perempuan sertanya itu pun lenyaplah. Ada kadar sesaat, maka kelihatan seorang perempuan tua, bongkok belakangnya, berlipat tiga. Maka ia berkata pada Tun Mamat, “Adapun segala kata-kata tuan hamba itu sudahlah dipersembahkan oleh Dang Raya Rani pada Puteri Gunung Ledang. Akan titah tuan puteri, “Jikalau Raja Melaka hendakkan aku, perbuatkan aku jambatan emas satu, jambatan perak satu, dari Melaka datang ke Gunung Ledang ini. Akan peminangnya, hati nyamuk tujuh dulang, hati kuman tujuh dulang, air mata setempayan, air pinang muda setempayan, dan darah raja semangkuk, dan darah anak raja yang bernama Raja Ahmad itu semangkuk. Jikalau boleh demikian, kabullah tuan puteri akan kehendak Raja Melaka itu.”

Setelah sudah ia berkata-kata demikian lenyaplah ia.

Maka pada suatu riwayat orang tua yang berkata-kata itulah Puteri Gunung Ledang merupakan dirinya seperti orang tua.

(Dipetik daripada Peminangan Puteri Gunung Ledang dalam antologi Anak Laut,
Dewan Bahasa dan Pustaka)


(i) Nyatakan maksud sertanya itu pun lenyaplah.

(ii) Apakah syarat-syarat peminangan yang ditetapkan oleh Puteri Gunung Ledang kepada Raja Melaka?

(iii) Pada pandangan anda, wajarkah Puteri Gunung Ledang mengenakan syarat-syarat peminangan itu kepada Raja Melaka?

Latihan 2

Baca petikan prosa klasik di bawah dengan teliti dan jawab soalan-soalan yang berikut dengan menggunakan ayat anda sendiri .

Maka titah Sultan Mahmud,.Jikalau beristeri sama anak raja-raja ini, adalah raja-raja lain demikian juga; yang kita kehendaki, barang yang tiada pada raja yang lain, itulah hendak kita peristeri. Akan sekarang kita hendak meminang Puteri Gunung Ledang; Laksamana dan Sang Setia kita titahkan..

Maka sembah Laksamana dan Sang Setia, .Baiklah, tuanku..

Maka Tun Mamat dititahkan dahulu membawa orang Inderagiri akan menebas jalan, kerana Tun Mamat penghulu orang Inderagiri. Maka Laksamana dan Sang Setia pun pergilah sama-sama dengan Tun Mamat.

Hatta, beberapa lamanya di jalan, maka sampailah ke kaki Gunung Ledang. Maka Laksamana dan Sang Setia dan Tun Mamat dengan segala orang sertanya naiklah ke Gunung Ledang merentang atap membawa jalan. Akan jalan itu pun terlalu sukar, angin pun bertiup terlalu keras. Baharu kira-kira bertengah gunung itu, maka tidaklah ternaiki lagi oleh segala mereka.

Maka kata Tun Mamat pada Laksamana dan Sang Setia, .Berhentilah orang kaya semuanya di sini, biarlah beta naik..

Maka kata Laksamana dan Sang Setia, .Baiklah..

Maka Tun Mamat pun pergilah dengan dua orang yang pantas berjalan sertanya naik Gunung Ledang. Telah datang had buluh perindu, maka segala orang yang naik itu seperti akan terbang rasanya, daripada sangat amat keras angin bertiup. Maka awan pun dapat dicapai lakunya. Syahdan, bunyi buluh perindu itu terlalu merdu bunyinya, burung terbang pun berhenti mendengar bunyinya, segala mergastua pun hairan mendengar dia. Maka Tun Mamat bertemu dengan satu taman, terlalu indah-indah perbuatan taman itu. Maka Tun Mamat pun masuk ke dalam taman itu.

( Dipetik daripada Peminangan Puteri Gunung Ledang, dalam Antologi Anak Laut, Dewan Bahasa dan Pustaka)

( i ) Apakah maksud rangkai kata seperti akan terbang rasanya berdasarkan petikan di atas?

( ii ) Nyatakan keistimewaan buluh perindu.

( iii ) Pada pendapat anda, mengapakah Sultan Mahmud memilih Laksamana dan Sang Setia melaksanakan tugas meminang Puteri Gunung Ledang?

Latihan 3

Baca petikan prosa klasik di bawah dengan teliti dan kemudian jawab soalan-soalan berikut dengan menggunakan ayat anda sendiri.


Hatta, beberapa lama di jalan, maka sampailah di kaki Gunung Ledang. Maka Laksamana dan Sang Setia dan Tun Mamat dengan segala orang sertanya naiklah ke Gunung Ledang merentang atap membawa jalan. Akan jalan itu terlalu sukar, angin pun bertiup terlalu keras. Baharu kira-kira bertengah gunung itu, maka tiadalah ternaiki lagi oleh segala mereka. Maka kata Tun Mamat pada Laksamana dan Sang Setia, “Berhentilah orang kaya semuanya di sini. Biarlah beta naik.”

Maka kata Laksamana dan Sang Setia, “Baiklah.”

Maka Tun Mamat pun pergilah dengan dua orang yang pantas berjalan sertanya naik Gunung Ledang. Telah datang had buluh perindu, maka segala orang yang naik itu seperti akan terbang rasanya, daripada sangat amat keras angin bertiup. Maka awan pun dapat dicapai lakunya. Syahadan, bunyi buluh perindu itu terlalu merdu bunyinya, burung terbang pun berhenti mendengar bunyinya, segala mergastua pun hairan mendengar dia. Maka Tun Mamat bertemu dengan satu taman, terlalu indah-indah perbuatan taman itu. Maka Tun Mamat pun masuk ke dalam taman itu. Maka dilihat oleh Tun Mamat serba bunga-bungaan dan pelbagai buah-buahan ada dalam taman itu sekalian dengan jambangannya, pelbagai rupa jambangan. Setelah dilihat oleh Tun Mamat segala burung di dalam taman itu berbunyi, pelbagai bunyinya, ada yang seperti orang bersiul, ada yang seperti orang berbangsi, ada yang seperti orang bersyair, ada yang seperti orang berbait, ada seperti orang berseloka, ada yang seperti orang bergurindam. Limau mekar pun bersorak, anggerik pun mengilai, delima tersenyum, bunga air mawar berpantun katanya;

Sana sini gigi menimang,
Hendak makan ikan dalam telaga;

Lagi lemak telur berlinang,
Sisiknya lekat kepada dada.

(Dipetik daripada “Peminangan Puteri Gunung Ledang” dalam antologi Anak Laut, Dewan Bahasa dan Pustaka)

(i) Berikan maksud maka tiada ternaik lagi.

(ii) Bagaimanakah suasana di puncak Gunung Ledang seperti yang dilihat oleh Tun Mamat?

(iii) Pada pendapat anda, mengapakah Laksamana dan Sang Setia tidak naik ke puncak Gunung Ledang? Berikan tiga alasan anda.

No comments: